Inilah alasan kenapa tulisan dokter
jelek..Suatu waktu Anda sakit dan pergi ke dokter. Pasti si dokter memberi
selembar kertas yang berisi daftar obat apa saja yang harus kita tebus di
apotek. Anda mengenalnya dengan resep dokter. Soalnya kemudian nyaris sama yang
dihadapi setiap pasien, di mana pun dia berada, bahwa semua tulisan dokter itu
tak terbaca saking buruknya.
Maka muncul joke-joke atau bahkan menjadi
alamat, jika tulisan tangan Anda di sekolah atau universiteit buruk dan nyaris
tak terbaca, pastilah tulisan tangan Anda itu disebut secara spontan sebagai
"Tulisan Dokter". Ada lagi istilah lain untuk menunjuk tulisan
acakadut itu: "Tulisan cakar ayam". Kalau ada "Pondasi cakar
ayam", maka ada "tulisan cakar ayam". Atau Sutami yang menemukan
"pondasi cakar ayam" pertama kali untuk pembangunan Jembatan Semanggi
di Jakarta Pusat itu terinspirasi oleh "tulisan cakar ayam" seorang
dokter ya? Boleh jadi. Tapi boleh jadi juga ini 'malpraktik' karena
menghubung-hubungkan sesuatu yang tak berhubungan sama sekali.
Memang tak pernah ada yang tahu penyebab
pastinya mengapa 'tulisan buruk' itu sudah mentradisi dan siapa pula yang
pertama kali dengan 'jenius' memperkenalkannya.
dr Ika Dewi Ana, dokter gigi dan staf pengajar
di Kedokteran Gigi UGM, menolak disebut tulisannya sangat buruk (ia mengaku
tulisannya nyaris sama dengan tulisan arsitek karena rapinya...). Menurutnya,
seumur-umur dia belajar kedokteran, tak pernah ada pelajaran bagaimana trik
menulis resep yang buruk di secarik kertas. Yang diketahuinya bahwa semua
dokter harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan terbuka kepada setiap
pasien. Itu saja.
Apa pihak apoteker bisa membaca tulisan resep
yang kriting itu? Hmmm bertahun-tahun mereka sudah berhubungan. Pastilah
apoteker sudah hapal mati anatomi tulisan yang nyaris tak terbaca itu. Dan
penjaga apoteker yang biasanya tulisan tangannya rapi, kerap juga ikut-ikutan
buruk.
Ini namanya koinsidensi yang buruk. Untunglah
sudah zaman komputer. Tapi salah. Soalnya yang dicetak di komputer hanyalah
kuitansi pembayaran. Adapun resep tetap saja ditulis dengan spirit kekritingan
yang sempurna.
Atau ini sebuah siasat si dokter dan sudah
menjadi legasi tak tertulis agar resep yang ditulisnya tak dipalsu pasien untuk
menebus obat tanpa sepengetahunnya; dan jika dipalsu pastilah pihak apoteker
yang sudah mengetahui anatomi tulisan cakar ayam dokter itu akan mencium
gelagatnya seperti petugas bank yang mengenali betul mana uang palsu dan mana
yang asli.
Dan menjadi kian lucu pada suatu saat seorang
dokter lulusan luar negeri akan menulis resep dengan tulisan tangan yang sangat
bagus malah dicurigai sebagai penipu oleh apoteker karena menyalahi
'kesepakatan' yang sudah berurat akar. Hwarakadah.
Nah, ngomong-ngomong soal kesepakatan, di
secarik kecil kertas resep itu juga sudah ada 'aturan' atau 'struktur baku'
penulisannya. Dan yang tahu 'aturan baku' ini, ya cuma dokter dan apoteker yang
ditunjuknya.
Baris pertama resep itu akan tertulis nama
obat yang akan diberikan oleh si dokter, tentunya nama obat yang akan diberikan
juga disesuaikan dengan penyakit dan baris selanjutnya tertulis petunjuk
penggunaan obat: berapa kali obat itu harus diminum, sesudah atau sebelum makan
atau berapa banyak obat tersebut harus dikonsumsi, jenis obat; puyer, tablet,
sirup, kapsul, atau lainnya. Biasanya jenis obat disebutkan menggunakan
kode-kode tertentu yang arti atau maknanya si dokter dan si apoteker sudah
sama-sama tahu. Ada lagi beberapa perintah tersembunyi kepada apoteker.
Miriplah sandi-sandi dari sebuah 'gerakan mafia'.
Untuk perintah dan jenis obat biasanya ditulis
agak menjaorok dari baris pertama yag berisi nama obat. Itu ditujukan untuk
membedakan satu macam obat dengan lainnya. Itulah rahasia di balik penulisan
resep.
Namun bukannya penjaga apoteker nyaris tahu
semua apa yang dituliskan dokter itu. Apalagi penjaga apotekernya masih
culun-culun. Dalam beberapa kali kasus misalnya, tulisan dokter tak jarang mendapat
komplain dari apoteker lantaran 'perintah' tak jelas. Mereka takut jika ada
nama obat yang mirip dan salah-salah mereka memberi obat yang keliru pada
pasien bisa fatal akibatnya. Pasti si apoteker ini kelupaan 'ditraining' dalam
'kelas membaca resep'.
Ya, dari komunikasi kedua pihak inilah, si
pasien ngeloyor dari apotek dengan menjinjing sekantong plastik obat. Persoalan
apa si pasien tahu apa obat yang dibawanya itu sudah sesuai dengan diagnosis
penyakit, hanya tiga orang yang tahu: Tuhan, dokter, dan apoteker.
TANGGAPAN YG
MENARIK DARI "calon dokter"
Memang tulisan buruk dokter itu disengaja....
kenapa???
1. Apabila tulisan mudah dipahami pasien
takutnya pasien salah persepsi terhadap obat itu....
2. Tidak semua obat efeknya sama terhadap penyakit
pasien yang disebabkan oleh penyakit yang sama.....
Di dunia kedokteran memang diajarkan
begitu..... demi keamanan pasien itu sendiri.......
Apabila tulisan dokter mudah dimengerti
pasien.... kalo misalkan ada penyakit yang menurut pasien sama dengan yang
dulu... terus tanpa menghubungi dokter dia seenaknya beli obat itu..... ato
memalsukan resep itu..... kalo ada kesalahan yang menyebabkan lo meninggal
salah sapa???
0 komentar
Posting Komentar